BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Pernikahan
merupakan sunnatullah pada alam ini, tidak ada yang keluar dari garisnya,
manusia, hewan maupun tumbuhan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman "Dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan
kebesaran Allah" -QS adz Dzariyat ayat 49. Allah memilih sarana ini untuk
berkembang-biaknya alam dan berkesinambungannya ciptaan, setelah mempersiapkan
setiap pasangan tugas dan posisi masing-masing.
Dalam
ajaran Islam, maksud utama dari pernikahan itu selain sebagai ibadah adalah
untuk membangun ikatan keluarga yang langgeng (mitsaqan ghalidzha) yang
dipenuhi dengan sinar kedamaian (sakinah), saling cinta (mawaddah),
dan saling kasih-sayang (rahmah). Dengan begitu, ikatan pernikahan yang
tidak ditujukan untuk membangun rumah tangga secara langgeng, tidaklah sesuai
dengan tujuan ajaran Islam.
Islam
memberikan kesamaan hak terhadap laki-laki dan perempuan dalam memilih
pendamping hidup masing-masing, dan islam tidak pernah memberikan power berupa
hak maupun kewajiban kepada orang tua untuk memaksa anaknya dalam menikah,
melainkan islam memberikan suatu peran bagi orang tua dalam berlakon sebagai penasehat,
pemberi arahan dan petunjuk dalam masalah memilih calon pasangan anaknya dan
tidak berhak orang tua memaksa anaknya baik laki-laki maupun perempuan untuk
menikah dengan orang yang tidak mereka ingini atau bukan pilihan mereka.
Nikah
adalah keistimewaan dan masalah pribadi setiap orang, sehingga pemaksaan orang
tua atau salah satu orang tua terhadap anaknya untuk nikah dengan orang yang
tidak diinginkannya hukumnya adalah haram secara Syar’i, karena itu merupakan
perbuatan dzalim dan melanggar hak-hak orang lain. Wanita dalam islam mempunyai
kebebasan mutlak dalam menerima atau menolak orang yang datang mempersuntingnya
sehingga orang tua tidak mempunyai hak apalagi kewajiban dalam memaksanya
karena kehidupan berumah-tangga tidak akan berjalan mulus bahkan akan merusak
pernikahan apabila pernikahan tersebut didasari oleh paksaan dan kepura-puraan.
- Rumusan
Masalah
1. Bagaimana takhrij Hadits tentang “Kawin
Paksa” ?
2. Bagaimana definisi dan Hukum Kawin Paksa
dalam Islam ?
- Tujuan
Penelitian
1. Untuk mengetahui takhrij Hadits tentang
“Kawin Paksa”.
2. Untuk mengetahui definisi dan Hukum Kawin
Paksa dalam Islam.
PEMBAHASAN
A. Teks Hadits & Terjemahannya
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ
بْنِ مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ
بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنْ دَخَلَ
بِهَا فَالْمَهْرُ لَهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنْ تَشَاجَرُوا فَالسُّلْطَانُ
وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ
لَهِيعَةَ عَنْ جَعْفَرٍ يَعْنِي ابْنَ رَبِيعَةَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ
عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِمَعْنَاهُ قَالَ أَبُو دَاوُد جَعْفَرٌ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ الزُّهْرِيِّ كَتَبَ
إِلَيْهِ.
Artinya
: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir, telah mengabarkan kepada
kami Sufyan, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, dari Sulaiman bin Musa
dari Az Zuhri dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Setiap wanita yang menikah tanpa seizin
walinya, maka pernikahannya adalah batal." Beliau mengucapkannya sebanyak
tiga kali. Apabila ia tleah mencampurinya maka baginya mahar karena apa yang ia
peroleh darinya, kemudian apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali
bagi orang yang tidak memiliki wali. Telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Ja'far bin Rabi'ah, dari
Ibnu Syihab dari 'Urwah dari Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
semakna dengannya. Abu Daud berkata; jal'far tidak mendengar dari Az Zuhri, ia
menulis surat kepadanya”.
(HR. Abu Daud : 1784)[1]
B. Takhrij al - Hadits
Setelah
dilakukan takhrij al-hadits, hadits diatas bersumber dari :
Hadits Penguat
NO
|
NAMA
KITAB
|
NO.
HADIST
|
1
|
Imam
Ahmad
|
23236
|
2
|
Imam
Ahmad
|
24162
|
3
|
Imam
al-Darimi
|
2089
|
4
|
Imam
Ibnu Majah
|
1869
|
5
|
Imam
Tirmidzi
|
1021
|
C. Naqd al – Sanad[2]
- Riwayat
Abu Daud
Nama Lengkap beliau
:
-
Menurut Abdurrahman bin Abi Hatim, bahwa nama Abu Daud adalah Sulaiman bin al
Asy'ats bin Syadad bin 'Amru bin 'Amir.
- Menurut Muhammad bin Abdul 'Aziz Al Hasyimi;
Sulaiman bin al Asy'ats bin Basyar bin Syadad.
Ibnu Dasah dan Abu 'Ubaid Al Ajuri berkata;
Sulaiman bin al Asy'ats bin Ishaq bin Basyir bin Syadad. Pendapat ini di
perkuat oleh Abu Bakr Al Khathib di dalam Tarikhnya. Dan dia dalam bukunya
menambahi dengan; Ibnu 'Amru bin 'Imran al Imam, Syaikh as Sunnah, Muqaddimu al
huffazh, Abu Daud al-azadi as-Sajastani, muhaddits Bashrah.
Tanggal lahir:
Tidak ada ulama yang menyebutkan tanggal dan
bulan kelahiran beliau, kebanyakan refrensi menyebutkan tahun kelahirannya.
Beliau dilahirkan pada tahun 202 H. disandarkan kepada keterangan dari murid
beliau, Abu Ubaid Al Ajuri ketika beliau wafat, dia berkata: aku mendengar Abu Daud berkata : “Aku
dilahirkan pada tahun 202 Hijriah"
Nasab beliau:
Al Azadi, yaitu nisbat kepada Azd yaitu
qabilah terkenal yang ada di daerah Yaman.
Sedangkan as-Sijistani, ada beberapa pendapat
dalam nisbah ini, diantaranya:
Ada yang berpendapat bahwasan as Sijistani
merupakan nisbah kepada daerah Sijistan, yaitu daerah terkenal. Ada juga yang
berpendapat bahwa as sijistani merupakan nisbah kepada sijistan atau sijistanah
yaitu suatu kampung yang ada di Bashrah. Tetapi menurut Muhammad bin Abi An
Nashr bahwasannya di Bashrah tidak ada perkampung yang bernama as-Sijistan.
Namun pendapat ini di bantah bahwa di dekat daerah Ahwaz ada daerah yang
disebut dengan Sijistan
As Sam'ani mengutip satu pendapat bahwa
as-sijistan merupakan nisbah kepada sijistan, yaitu salah suatu daerah terkenal
yang terletak di kawasan Kabul
Abdul Aziz menyebutkan bahwasannya sijistan
merupakan nisbah kepada Sistan, yaitu daerah terkenal yang sekarang ada di
Negri Afganistan.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau :
diantara Guru beliau yang terdapat didalam Sunannya ialah: Ahmad bin Muhammmad bin Hanbal as Syaibani al
Bagdadi, Yahya bin Ma'in Abu Zakariya, Ishaq binIbrahin bin Rahuyah abu ya'qub
al Hanzhali, Utsman bin Muhammad bin abi Syaibah abu al Hasan al Abasi al Kufi.,
Muslim bin Ibrahim al Azdi, Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab al Qa'nabi al
Harits al Madani, Musaddad bin Musarhad bin Musarbal, Musa bin Ismail at
Tamimi., Muhammad bin Basar., Zuhair bin Harbi (Abu Khaitsamah), Umar bin
Khaththab as Sijistani., Ali bin Al Madini, Ash Shalih abu sarri (Hannad bin
sarri)., Qutaibah bin Sa'id bin Jamil al Baghlani, Muhammad bin Yahya Adz
Dzuhli, Dan masih banyak yang lainnya .
Murid – murid beliau : Diantara
murid-murid beliau, antara lain; Imam Abu 'Isa at Tirmidzi, Imam Nasa'i, Abu
Ubaid Al Ajuri, Abu Thayyib Ahmad bin Ibrahim Al Baghdadi (Perawi sunan Abi
Daud dari beliau)., Abu 'Amru Ahmad bin Ali Al Bashri (perawi kitab sunan dari
beliau)., Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al Khallal Al Faqih. Isma'il bin
Muhammad Ash Shafar. Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau). Zakaria bin Yahya As
Saaji. Abu Bakar bin Abi Dunya. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab
Nasikh wal Mansukh dari beliau). Ali bin Hasan bin Al 'Abd Al Anshari (perawi
sunsn dari beliau). Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari
beliau). Abu 'Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu'lu'i (perawi sunan dari beliau). Muhammad
bin Ahmad bin Ya'qub Al Matutsi Al Bashri (perawi kitab Al Qadar dari beliau).
Persaksian para ulama terhadap beliau :
Banyak
sekali pujian dan sanjungan dari tokoh-tokoh terkemuka kalangan imam dan ulama
hadits dan disiplin ilmu lainnya yang mengalir kepada imam Abu Daud Rahimahullah,
diantaranya adalah;
1) Abdurrahman bin Abi Hatim berkata : Abu
daud Tsiqah
2) Imam Abu Bakr Al Khallal berkata: Imam
Abu Daud adalah imam yang dikedepankan pada
zamannya.
3) Ibnu Hibban berkata: Abu Daud merupakan
salah satu imam dunia dalam bidang ilmu dan fiqih.
4) Musa bin Harun menuturkan: Abu Daud
diciptakan di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk Syurga, dan aku tidak
melihat seorangpun lebih utama daripada dirinya.
5) Al Hakim berkata: Abu Daud adalah imam
bidang hadits di zamannya tanpa ada keraguan.
6) Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An
Nawawi menuturkan: Para ulama telah sepakat memuji Abu Daud dan mensifatinya
dengan ilmu yang banyak, kekuatan hafalan, wara', agama (kesholehan) dan kuat
pemahamannya dalam hadits dan yang lainnya.
7) Abu Bakr Ash Shaghani berkata: Hadits
dilunakkan bagi Abi Daud sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Daud.
8) Adz Dzahabi menuturkan:Abu Daud dengan
keimamannya dalam hadits dan ilmu-ilmu yang lainnya,termasuk dari ahli fiqih
yang besar,maka kitabnya As Sunan telah jelas menunjukkan hal tersebut.
- Muhammad
Ibnu Katsir
Nama
Lengkap beliau : Muhammad Ibnu Katsir al-‘Abdi. Kuniyah beliau : Abu ‘Abdillah. Beliau lahir pada tahun 133 H
dan wafat pada tahun 223 H.
Guru
dan Murid beliau
Guru
– guru beliau : Ibrahim bin Nafi’ al-makhzumi, Israil bin Yunus al-sayingi,
Isma’il bin Abi Kholid al-yajli, Ja’far bin Sulaiman al-Dhoi’i, Husain bin ‘Abdirrahman al-Salmi, Surya bin Yahya al-Syaibani.
Murid
– murid beliau : Ahmad bin Farad al – Dhoiby, Ibrahim bin Abdillah al Harwy,
Hasan bin ‘li al-Hadzli, Qosim bin Salam al-Harwy, Hamid bin Mukhlid al-Azdi,
Zahir bin Muhammad al-Maruzi.
Persaksian
Ulama terhadap beliau :
1) Abu Hatim al- Razi : Soduq
2) Abu Hatim ibn Hibban : Dzakarohu fi Siqah
3) Ahmad bin Hanbal : Siqah
4) Abu ‘Awanah al-Isfirayini : Dzakarohu
fi Siqah
- Riwayat
Sufyan
Nama
lengkap beliau : Sufyan bin Sa’id bin Masruk bin Hmzah bin Habib bin Mauhibah
bin Nasr bin Tsa’labah bin Mulkan bin Tsaur. Beliau terkenal dengan nama :
Sufyan al-Tsaury. Kuniyah beliau : Abu
Abdillah. Beliau lahir pada tahun 97 H dan wafat pada tahun 161 H di Basrah.
Guru
dan Murid beliau
Guru
– guru beliau : Adam bin Sulaiman, Adam bin ‘Ali al-‘Ajli, Abu al-Warid bin
Tsamamah al-Qosyiri, Abu bakr ibnu ‘Anas al Anshori, Abu Zar’ah bin Umar
al-Bajli, Abu sya’ad al-Sami, Abu ‘Ali al-Ajdi.
Murid
– murid beliau : Abu Ishaq al-asja’i, Abu Bakar bin ‘Iyas al-asdi, Ahmad bin
al-Muqdhol al-qurasy, Ahwas bin jawab al-Dhobi, Usamah bin Haqs al-madni, Asyad
al-Basri.
Persaksian
Ulama terhadap beliau :
1)
Ahmad
bin Syu’aib al-Nasani: Siqah
2)
Ibnu
hijr al-‘asqolani : Siqah
3)
Muhammad
bin sa’ad Katib al-waqodi : Siqah al- Ma’mun
- Riwayat
Ibnu Juraizin عبد الملك بن
عبد العزيز بن جريج
Nama
lengkap beliau : Abdul mulki bin Abdul ‘Aziz bin Juraizin. Kuniyah beliau : Abu
Walid, Abu Khalid. Beliau lahir pada tahun 74 H di Madinah dan
wafat pada tahun 150 H.
Guru
dan Murid beliau
Guru
– guru beliau : ayan bin abi ‘iyas al-‘Abdi, Abu bakar bin ‘Abdurrahman
al-makhjumi, Abu Khalid al hanafi, Abu sa’ad al maky, Ummu abdil malik bin
samroh al-makiyah, Ayyub al-sakhtiyani, Ayub bin Musa al-Qursyi.
Murid
– murid beliau : Abu bakar bin abi sairah, Ahmad bin Mansur al- romadi, Ahmad
bin mani’ al-baghwi, Asyat bin Muhammad al-qorsyi, Anas bin ‘iyad al-laitsi,
Ayyub bin suwaidi al-romli.
Persaksian
ulama terhadap beliau :
1) Abu al-Qosim bin Basykual : Siqah
2) Abu Bakar al-Baihaqi : Hafidz, Siqoh
3) Abu hatim bin Hibban al-Basti : Siqah
4) Ahmad bin ‘Abdillah al-‘Ajli: Siqah
5) Muhammad bin Sa’id : Siqah Katsir
- Riwayat
Sulaiman bin Musa
Nama
lengkap beliau : Sulaiman bin Musa al-Qorsyi. Kuniyah beliau : Abu Ayyub, Abu
al-Rabi’. Beliau wafat pada tahun 115 H di Rashofah.
Guru
dan Murid beliau
Guru
– guru beliau : Amir bin Hilal al-mat’i, Usamah bin Ziyad al-Kalibi, Qosim bin
Muhammad al-Taimi, Ummu aiman Hadinah al-Nabi, Jabir bin ‘Abdillah al-anshori,
Jubair bin Mut;am al-qorsyi.
Murid
– murid beliau : Abu salamah al-hamsi, Usamah bin Zaid al-laisi, Asad bin Musa
al-amwi, Ibrahim bin muhammad al-Fazari, Ishaq bin rohuwiyah al-marwazi, Hasan
bin dzakwan al-Basri.
Persaksian
Ulama terhadap beliau :
1) Abu Ahmad bin ‘Adi al-jarzani : Siqah
2) Abu Daud al-Sajistani : Siqah
3) Al-Dari Qothni : Siqah
4) Dhin al-Damasyqi : Siqah
- Riwayat
Zuhri
Nama
lengkap beliau : Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab bin
Abdillah bin Haris bin Zuhrah bin Kilab. Beliau terkenal dengan nama : Muhammad
bin Syihab al-Zuhri. Kuniyah beliau : Abu Bakr. Beliau Lahir pada tahun 52 H,
wafat pada tahun 124 H.
Guru
dan Murid beliau
Guru
– guru beliau : Aminah binti Muhson al-asdiyah, Abu al-Ahwas mauli binti
al-laisi, Abu bakar bin sulaiman al-‘adwi, Abu Hamid Maula Musafi’, bu khuzamah
bin Ya’mar al-sa’di.
Murid
– murid beliau : Ayan bin shoih al-orsyi, Abu ayyub al-Syami, Abu mukmal
al-Syami, Abu bakar bin ‘abdirrahman al-Makhjumi, Abu ali al-‘Aili, Ahmad bin
Yunus al-Taimi, Usamah bin Ziyad al-Laisyi.
Persaksian
Ulama terhadap beliau :
1) Abu Hatim bin Hibban al- Bisti : Siqah
2) Abu ‘abdillah al-Hakim : Siqah
3) Muhammad bin sa’ad Katib al-Waqodi : Siqah
- Riwayat
‘Urwah
Nama
lengkap beliau : ‘Urwah bin zubair bin ‘awam bin Khawilid bin asad bin ‘abdil
‘azi bin Qoshi bin Kilab. Beliau tekenal dengan nama : ‘Urwah bin Zubair al-
Asadi. Kuniyah beliau : Abu Abdillah. Beliau lahir pada tahun 94 H.
Guru
dan Murid beliau
Guru
– guru beliau : Aminah binti Muhson al-Asdiyah, Abi bin umarah al-madani, Abi
bin Ka’ab al-Anshori, Usamah bin ziyad al-Kalibi, Asma’ binti abu bakar al-
qorsiyah, Anas bin malik al-Anshori.
Murid
– murid beliau : Abu bakar bin abi al-jahmi al-adwi, Abu bakar bin abi malikah
al-taimi, Abu ja’far al-Anshori, Abu laili bin ‘Abdillah al-Anshori, Usamah bin
zaid al-Laisyi, Ayyub bin ‘Utbah al- yamami.
Persaksian
Ulama terhadap beliau :
1) Abu Hatim bin Hibban al-Basti : Siqah
2) Ahmad bin Abdullah al- ‘Ajli : Tabi’in
Siqah dan Rojul Shalih
3) Ibnu Hijr al- Asqolati : Siqah wa
fiihi masyhur
4) Muhammad bin Sa’ad al-Waqodi: Siqah
5) Ibnu syihab al-Zuhri : Taqdiruhu
‘Adil
- Riwayat
‘Aisyah
Nama
lengkap beliau : ‘Aisyah binti ‘Abdillah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amru bin
Ka’ab bin Sa’ad bin Taimi bin Murrah. Beliau terkenal dengan nama : ‘Aisyah
binti ‘Abdillah al-Shodiqi. Kuniyah beliau : Ummu ‘Abdillah. Beliau lahir pada
tahun 57 H.
Guru
dan Murid beliau
Guru
– guru beliau : Usaid bin Hadir al-asyhali, Anas bin Malik al-Anshori, Kharis
bin Hisyam al-Makhjumi, Hasan bin ‘Ali al-Hasyimi, Bilal bin Riyah al-Haisyi,
Jazamah binti Wahab al-asdiyah.
Murid
– murid beliau : minah al-Qoisyiah, Abu ishaq Maula binti Hasyim, Abu Bardah bin Qois, Abu bakar bin
‘Abdurrahman al-Makhjumi, Sa’liyah al-‘Atiri, Abu Hafsoh Maula ‘Aisyah.
Persaksian
ulama terhadap beliau :
1) Abu Htim bin Hibban al-Basti : Jauzah
Rasulullah SAW.
2) Ibnu Hijir al-Asqolati : Ummul
m’miniin, Afqoha al-Nisa’ Mutlaqon
3) Al-Dzahabi : Tadzhib al-Tahjib.
4) Al-Suyuthi : Ummul mu’miniin wa
Habibah habibi rabbil ‘alamin.
Mengambil
kesimpulan
Dengan melihat analisa sanad hadits
diatas, dapat dilihat bahwa seluruh periwayat hadits dalam sanad Abu Daud
diatas bersifat siqah dan sanadnya bersambung dari sumber hadits yakni
Rasulullah Muhammad SAW sampai kepada periwayat terakhir Imam Abu Daud yang
sekaligus sebagai Mukharrij al- Hadits. Hal ini berarti sanad Hadits
yang diteliti, yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berkualitas “Shahih al-
Sanad”.
BAB
III
DEFINISI
DAN HUKUM KAWIN PAKSA
- DEFINISI
KAWIN PAKSA
Istilah kawin paksa secara tekstual memang tidak disebutkan dalam
literatur-literatur kitab fiqih, bahkan dalam al-Qur’an dan Hadits pun tidak
disebutkan secara implisit, namun dalam perwalian, salah satu disebutkan
tentang Ijbar dan wali Mujbir. Pemahaman terhadap istilah
tersebut yang kemudian muncul pemahaman tentang kawin paksa, dimana hak ijbar
ini dipahami sebagai hak memaksakan suatu perkawinan oleh orang lain dalam hal
ini adalah ayahnya. Adapun pengertian ijbar sendiri adalah suatu tindakan untuk
melakukan sesuatu atas dasar tanggung jawab.[3]
Didalam fiqih islam, istilah ijbar
sendiri erat kaitannya dengan persoalan perkawinan. Dalam fiqih syafi’i
disebutkan bahwa orang yang memiliki kekuasaan atau hak ijbar adalah Ayah, atau
jikalau tidak ada ayah maka Kakek lah yang berhak. Jadi apabila seorang ayah
dikatakan sebagai wali mujbir, maka dia adalah orang yang memiliki kekuasaan
atau hak untuk mengawinkan anak perempuannya, meskipun tanpa persetujuan dari
pihak yang bersangkutan dan perkawinan tersebut dipandang sah secara hukum.
Dengan memahami ijbar diatas,
dapat diambil kesimpulan bahwa kekuasaan seorang ayah terhadap gadisnya untuk
menikahkan dengan seorang laki-laki, bukanlah suatu tindakan memaksakan kehendaknya
sendiri dengan tidak memperhatikan kerelaan si gadis, melainkan sebatas
mengawinkan, dengan asumsi dasar anak perempuannya belum atau tidak memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri.
Adapun para ulama yang
membolehkan wali mujbir menikahkan tanpa izin lebih dahulu pada mempelai
perempuan, haruslah memenuhi beberapa persyaratan antara lain:
-
Antara wali mujbir dan anak perempuannya tidak ada permusuhan
-
Laki-laki pilihan wali harus sekufu’ dengan wanita yang dikawinkan
-
Antara perempuan dan calon suaminya tidak ada permusuhan
-
Mharnya tidak kurang dari mahar mitsil
-
Laki-laki pilihan wali akan dapat memenuhi kewajiban istri dngan baik dan tidak
ada gambaran akan berbuat yang menyengsarakan istrinya.[4]
B.
IJBAR/ NIKAH PAKSA DALAM LITERATUR- LITERATUR HUKUM ISLAM
1. Al-Qur’an tidak mengenal konsep Kawin
Paksa.
secara
umum dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas tentang persoalan ijbar
(nikah paksa), akan tetapi hanya menyebutkan beberapa ayat yang menjelaskan
tentang problem pemecahan dalam keluarga pada masa Nabi dan itupun merupakan
respon yang terjadi pada masa itu. Karena memang al-Qur’an hanyalah menjelaskan
tentang prinsip- prinsip umum yang
terkandung didalamnya.
Didalam
al-Qur’an digambarkan secara eksplisit bahwa seorang wali (ayah, kakek dan
seterusnya), tidak boleh melakukan paksaan nikah terhadap perempuannya, yang
erempuan tersebut tidak menetujuinya atau perempuan tersebut mau menikah dengan
lak- laki yang dicintainya sementara seorang wali enggan atau tidak mau menikahkannya.
Dalam al-Qur’an dijelaskan:
“apabila
kamu menceraikan istri-istrimu, lalu habis masa iddahna, maka janganlah kamu
menghalangi mereka kawin lagi, dengan bakal suaminya apabila telah terdapat
kerelaan diantara mereka dengan cara yang makruf”. (al-Baqarah: 234)[5]
2. Rujukan
Hadits dan Perbedaan Ulama’.
Hadits
yang cukup terkenal tentang SUB ini antara lain:
“
barang siapa perempuan yang menikah tanpa adanya izin dari walinya, maka
nikahnya batal (selama tiga kali). Apabila ia telah melakukan hubungan seksual,
maka ia berhak atas mahar mitsil (mas kawin sepadan), karena menganggap
halalnya hubungan seks itu, jika mereka bermusuhan maka sultan (hakim) menjadi
wali bagi perempuan yang tidak ada walinya”.
Hadits
diatas menerangkan nikahna batal, dari riwayat zuhri ternyata dibantah oleh
hanafi karena ketika hanafi langsung menanyakan otentisitas hadits itu kepada
Zuhri ternyata Zuhri tidak mengetahui dan mengingkarinya, sehingga hanafi
menganggap dalil hadits tersebut adalah tidak valid. Namun menurut abu tsur,
bila dilihat dari hadits itu jelas bahwa akad nikah harus bersamaan dengan wali
dan wali memberi izin seseorang untuk menjadi wakilnya dalam akad anaknya, bila
ada wakil tapi tanpa izin wali maka tidak boleh atau batal.[6]
3. Ijbar
dan wali mujbir.
Tentang
persoalan ijbar ini, tidak bisa dilepaskan dengan wali mujbir sebagai
subyeknya. Wali dalam perkawinan diartikan dengan keberadaan seseorang yang
menjadikan sahnya akad nikah dan tidak sah bila tanpanya. Dan adapun
macam-macam wali ada dua dilihat dari otoritasnya, yaitu wali mujbir yang
berarti wali yang mempunyai hak untuk menikahkan terhadap seseorang yang ada
dibawah perwaliannya dengan tanpa izin dan persetujuannya. Sedangkan wali ghairul
mujbir yaitu sebaliknya harus adanya persetuuan dan izin dari seseorang
yang ada dibawah perwaliannya.
Imam
syafi’i membolehkan adanya pemaksaan nikah tapi dengan beberapa syarat
diantaranya:
Ø Tidak adanya permusuhan diantara kedua
calon pengantin yang nyata, bila ada isu permusuhan tidak menggugurkan haknya
Ø Tidak adanya permusuhan diantara wali
dan perempuan tersebut
Ø Adanya kesetaraan dengan calon suami
Ø Adanya kemampuan untuk membayar mahar (mahar
mitsil)
Adapun
obyek ijbar adalah seseorang yang karenanya tiadanya atau kurangnya kemampuan
dengan sebab masih kecil, gila, atau kurang akalnya bai laki- laki atau
perempuan, perawan atau janda. Karena itu jumhur berpendapat bahwa perempuan
tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. [7]
Dampak
Negatif Kawin Paksa.
Beberapa Efek Dampak Buruk/Negatif
Perjodohan Yang Dipaksakan :
1. Tidak Ada Cinta
Jika dari awal tidak ada cinta,
bisa jadi setelah menikah tetap tidak ada cinta di antara kedua orang yang
dijodohkan tersebut. Yang sewaktu pacaran saling cinta saja bisa jadi musuhan
setelah menikah apalagi yang dari awal ada rasa benci setengah mati karena
dipaksa kawin.
2. Kehilangan Gairah Hidup
Jika sudah tidak ada cinta dalam
hidup, bisa membuat orang malas menjalani sisa hidup. Apalagi jika ditambah
pasangan punya banyak keburukan yang tidak mau diperbaiki, ekonomi sulit,
keluarga pasangan tidak baik, lingkungan masyarakat sekitar kurang baik, dan
lain-lain. Jika sudah begitu maka bisa membuat seseorang jadi tempramental,
malas-malasan, dengki, dan lain sebagainya.
3. Kurang Peduli Keluarganya
Menikah karena terpaksa akibat
dijodohkan paksa bisa membuat seseorang jadi kurang peduli dan kurang mencintai
keluarganya. Suami atau isteri bisa diacuhkan dan bahkan anak-anak pun bisa
juga tidak dipedulikan karena tidak adanya rasa cinta dari awal menikah dan
kebencian terhadap pernikahan paksa yang dijalaninya dengan penuh
kepura-puraan.
4. Memicu Perselingkuhan
Yang bahaya adalah jika setelah
menikah satu atau kedua belah pihak mencari cinta yang lain yang lebih sejati
tanpa kepura-puraan. Bisa jadi akan ada jalinan kasih kembali dengan mantan
pacar atau pria/wanita lain yang baru dicintainya.
5. Bisa Menimbulkan Konflik dan
Ujungnya Cerai
Apabila sudah tidak ada gairah
dalam menjalani rumah tangga, tidak ada cinta, cuek terhadap anak dan
suami/istri, selingkuh, sering berselisih dengan anggota keluarga, terjadi
kekerasan fisik, dan lain-lain maka bisa menjadi bumerang yang berujung pada
perceraian. Yang menjadi korban tidak lain adalah anak-anak hasil perkawinan
yang dijodohkan tersebut.[8]
BAB
IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Di antara
kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada kaum wanita setelah datang Islam
adalah bahwa mereka mempunyai hak penuh dalam menerima atau menolak suatu
lamaran atau pernikahan, yang mana hak ini dulunya tidak dimiliki oleh kaum
wanita di zaman jahiliah. Karenanya tidak boleh bagi wali wanita manapun untuk
memaksa wanita yang dia walikan untuk menikahi lelaki yang wanita itu tidak
senangi.
Karena menikahkan
dia dengan lelaki yang tidak dia senangi berarti menimpakan kepadanya
kemudharatan baik mudharat duniawiah maupun mudharat diniah (keagamaan). Dan
sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah membatalkan pernikahan yang
dipaksakan dan pembatalan ini menunjukkan tidak sahnya, karena di antara syarat
sahnya pernikahan adalah adanya keridhaan dari kedua calon mempelai.
Akan tetapi
larangan memaksa ini bukan berarti si wali tidak punya andil sama sekali dalam
pemilihan calon suami wanita yang dia walikan. Karena bagaimanapun juga si wali
biasanya lebih pengalaman dan lebih dewasa daripada wanita tersebut. Karenanya
si wali disyariatkan untuk menyarankan saran-saran yang baik lalu meminta
pendapat dan izin dari wanita yang bersangkutan sebelum menikahkannya. Tanda
izin dari wanita yang sudah janda adalah dengan dia mengucapkannya, sementara
tanda izin dari wanita yang masih perawan cukup dengan diamnya dia, karena
biasanya perawan malu untuk mengungkapkan keinginannya.
Daftar
Pustaka
Ø Software Lidwa Pusaka “Kitab 9 Imam” dan
Software Jawami’ul Kalim v 4.5
Ø Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak
reproduksi perempuan. Miftahul Huda.M.Ag,
Ø Soemiyati, hukum perkawinan islam dan
undang undang perkawinan (UU.No.1 thn 1974, tentang perkawinan).
Ø KH. Husain muhammad, fiqih perempuan
“refleksi kiai atas wacana agama dan gender” (Yogyakarta; LKIS, 2001), 79
[1] Software Lidwa
Pusaka “Kitab 9 Imam”
[2] Software Lidwa
Pusaka “Kitab 9 Imam” dan Software Jawami’ul Kalim v 4.5
[3] KH. Husain muhammad, fiqih perempuan “refleksi kiai atas wacana
agama dan gender” (Yogyakarta; LKIS, 2001), 79
[4] Soemiyati, hukum perkawinan islam dan undang undang perkawinan
(UU.No.1 thn 1974, tentang perkawinan).
[5] Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak reproduksi perempuan. Miftahul
Huda.M.Ag, hlm; 22
[6] Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak reproduksi perempuan. Miftahul
Huda.M.Ag, hlm; 23-24
[7] Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak reproduksi perempuan. Miftahul
Huda.M.Ag, hlm; 29- 32
[8] http://organisasi.org/efek-dampak-buruk-perjodohan-nikah-kawin-paksa-seperti-siti-nurbaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar