Minggu, 20 Oktober 2013

Kajian Hadits Tentang Kawin Paksa

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sunnatullah pada alam ini, tidak ada yang keluar dari garisnya, manusia, hewan maupun tumbuhan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah" -QS adz Dzariyat ayat 49. Allah memilih sarana ini untuk berkembang-biaknya alam dan berkesinambungannya ciptaan, setelah mempersiapkan setiap pasangan tugas dan posisi masing-masing. 
Dalam ajaran Islam, maksud utama dari pernikahan itu selain sebagai ibadah adalah untuk membangun ikatan keluarga yang langgeng (mitsaqan ghalidzha) yang dipenuhi dengan sinar kedamaian (sakinah), saling cinta (mawaddah), dan saling kasih-sayang (rahmah). Dengan begitu, ikatan pernikahan yang tidak ditujukan untuk membangun rumah tangga secara langgeng, tidaklah sesuai dengan tujuan ajaran Islam.
Islam memberikan kesamaan hak terhadap laki-laki dan perempuan dalam memilih pendamping hidup masing-masing, dan islam tidak pernah memberikan power berupa hak maupun kewajiban kepada orang tua untuk memaksa anaknya dalam menikah, melainkan islam memberikan suatu peran bagi orang tua dalam berlakon sebagai penasehat, pemberi arahan dan petunjuk dalam masalah memilih calon pasangan anaknya dan tidak berhak orang tua memaksa anaknya baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah dengan orang yang tidak mereka ingini atau bukan pilihan mereka.
Nikah adalah keistimewaan dan masalah pribadi setiap orang, sehingga pemaksaan orang tua atau salah satu orang tua terhadap anaknya untuk nikah dengan orang yang tidak diinginkannya hukumnya adalah haram secara Syar’i, karena itu merupakan perbuatan dzalim dan melanggar hak-hak orang lain. Wanita dalam islam mempunyai kebebasan mutlak dalam menerima atau menolak orang yang datang mempersuntingnya sehingga orang tua tidak mempunyai hak apalagi kewajiban dalam memaksanya karena kehidupan berumah-tangga tidak akan berjalan mulus bahkan akan merusak pernikahan apabila pernikahan tersebut didasari oleh paksaan dan kepura-puraan.

  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana takhrij Hadits tentang “Kawin Paksa” ?
2.      Bagaimana definisi dan Hukum Kawin Paksa dalam Islam ?
  1. Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui takhrij Hadits tentang “Kawin Paksa”.
2.      Untuk mengetahui definisi dan Hukum Kawin Paksa dalam Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teks Hadits & Terjemahannya
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَالْمَهْرُ لَهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنْ تَشَاجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ جَعْفَرٍ يَعْنِي ابْنَ رَبِيعَةَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَاهُ قَالَ أَبُو دَاوُد جَعْفَرٌ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ الزُّهْرِيِّ كَتَبَ إِلَيْهِ.
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir, telah mengabarkan kepada kami Sufyan, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, dari Sulaiman bin Musa dari Az Zuhri dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya adalah batal." Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Apabila ia tleah mencampurinya maka baginya mahar karena apa yang ia peroleh darinya, kemudian apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. Telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Ja'far bin Rabi'ah, dari Ibnu Syihab dari 'Urwah dari Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam semakna dengannya. Abu Daud berkata; jal'far tidak mendengar dari Az Zuhri, ia menulis surat kepadanya”.     (HR. Abu Daud : 1784)[1]

B.     Takhrij al - Hadits
Setelah dilakukan takhrij al-hadits, hadits diatas bersumber dari :
Hadits Penguat
NO
NAMA KITAB
NO. HADIST
1
Imam Ahmad
23236
2
Imam Ahmad
24162
3
Imam al-Darimi
2089
4
Imam Ibnu Majah
1869
5
Imam Tirmidzi
1021

C.    Naqd al – Sanad[2]
    1. Riwayat Abu Daud
Nama Lengkap beliau :
- Menurut Abdurrahman bin Abi Hatim, bahwa nama Abu Daud adalah Sulaiman bin al Asy'ats bin Syadad bin 'Amru bin 'Amir.
 - Menurut Muhammad bin Abdul 'Aziz Al Hasyimi; Sulaiman bin al Asy'ats bin Basyar bin Syadad.
 Ibnu Dasah dan Abu 'Ubaid Al Ajuri berkata; Sulaiman bin al Asy'ats bin Ishaq bin Basyir bin Syadad. Pendapat ini di perkuat oleh Abu Bakr Al Khathib di dalam Tarikhnya. Dan dia dalam bukunya menambahi dengan; Ibnu 'Amru bin 'Imran al Imam, Syaikh as Sunnah, Muqaddimu al huffazh, Abu Daud al-azadi as-Sajastani, muhaddits Bashrah.


Tanggal lahir:
 Tidak ada ulama yang menyebutkan tanggal dan bulan kelahiran beliau, kebanyakan refrensi menyebutkan tahun kelahirannya. Beliau dilahirkan pada tahun 202 H. disandarkan kepada keterangan dari murid beliau, Abu Ubaid Al Ajuri ketika beliau wafat, dia berkata:  aku mendengar Abu Daud berkata : “Aku dilahirkan  pada tahun  202 Hijriah"
Nasab beliau:
 Al Azadi, yaitu nisbat kepada Azd yaitu qabilah terkenal yang ada di daerah Yaman.
 Sedangkan as-Sijistani, ada beberapa pendapat dalam nisbah ini, diantaranya:
 Ada yang berpendapat bahwasan as Sijistani merupakan nisbah kepada daerah Sijistan, yaitu daerah terkenal. Ada juga yang berpendapat bahwa as sijistani merupakan nisbah kepada sijistan atau sijistanah yaitu suatu kampung yang ada di Bashrah. Tetapi menurut Muhammad bin Abi An Nashr bahwasannya di Bashrah tidak ada perkampung yang bernama as-Sijistan. Namun pendapat ini di bantah bahwa di dekat daerah Ahwaz ada daerah yang disebut dengan Sijistan
 As Sam'ani mengutip satu pendapat bahwa as-sijistan merupakan nisbah kepada sijistan, yaitu salah suatu daerah terkenal yang terletak di kawasan Kabul
 Abdul Aziz menyebutkan bahwasannya sijistan merupakan nisbah kepada Sistan, yaitu daerah terkenal yang sekarang ada di Negri Afganistan.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : diantara Guru beliau yang terdapat didalam Sunannya ialah:  Ahmad bin Muhammmad bin Hanbal as Syaibani al Bagdadi, Yahya bin Ma'in Abu Zakariya, Ishaq binIbrahin bin Rahuyah abu ya'qub al Hanzhali, Utsman bin Muhammad bin abi Syaibah abu al Hasan al Abasi al Kufi., Muslim bin Ibrahim al Azdi, Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab al Qa'nabi al Harits al Madani, Musaddad bin Musarhad bin Musarbal, Musa bin Ismail at Tamimi., Muhammad bin Basar., Zuhair bin Harbi (Abu Khaitsamah), Umar bin Khaththab as Sijistani., Ali bin Al Madini, Ash Shalih abu sarri (Hannad bin sarri)., Qutaibah bin Sa'id bin Jamil al Baghlani, Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli, Dan masih banyak yang lainnya .
Murid – murid beliau : Diantara murid-murid beliau, antara lain; Imam Abu 'Isa at Tirmidzi, Imam Nasa'i, Abu Ubaid Al Ajuri, Abu Thayyib Ahmad bin Ibrahim Al Baghdadi (Perawi sunan Abi Daud dari beliau)., Abu 'Amru Ahmad bin Ali Al Bashri (perawi kitab sunan dari beliau)., Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al Khallal Al Faqih. Isma'il bin Muhammad Ash Shafar. Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau). Zakaria bin Yahya As Saaji. Abu Bakar bin Abi Dunya. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau). Ali bin Hasan bin Al 'Abd Al Anshari (perawi sunsn dari beliau). Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau). Abu 'Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu'lu'i (perawi sunan dari beliau). Muhammad bin Ahmad bin Ya'qub Al Matutsi Al Bashri (perawi kitab Al Qadar dari beliau).
Persaksian para ulama terhadap beliau :
Banyak sekali pujian dan sanjungan dari tokoh-tokoh terkemuka kalangan imam dan ulama hadits dan disiplin ilmu lainnya yang mengalir kepada imam Abu Daud Rahimahullah, diantaranya adalah;
1)      Abdurrahman bin Abi Hatim berkata : Abu daud Tsiqah
2)      Imam Abu Bakr Al Khallal berkata: Imam Abu Daud adalah imam yang dikedepankan pada  zamannya.
3)      Ibnu Hibban berkata: Abu Daud merupakan salah satu imam dunia dalam bidang ilmu dan fiqih.
4)      Musa bin Harun menuturkan: Abu Daud diciptakan di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk Syurga, dan aku tidak melihat seorangpun lebih utama daripada dirinya.
5)      Al Hakim berkata: Abu Daud adalah imam bidang hadits di zamannya tanpa ada keraguan.
6)      Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An Nawawi menuturkan: Para ulama telah sepakat memuji Abu Daud dan mensifatinya dengan ilmu yang banyak, kekuatan hafalan, wara', agama (kesholehan) dan kuat pemahamannya dalam hadits dan yang lainnya.
7)      Abu Bakr Ash Shaghani berkata: Hadits dilunakkan bagi Abi Daud sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Daud.
8)      Adz Dzahabi menuturkan:Abu Daud dengan keimamannya dalam hadits dan ilmu-ilmu yang lainnya,termasuk dari ahli fiqih yang besar,maka kitabnya As Sunan telah jelas menunjukkan hal tersebut.
    1. Muhammad Ibnu Katsir
Nama Lengkap beliau : Muhammad Ibnu Katsir al-‘Abdi. Kuniyah beliau :  Abu ‘Abdillah. Beliau lahir pada tahun 133 H dan wafat pada tahun 223 H.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : Ibrahim bin Nafi’ al-makhzumi, Israil bin Yunus al-sayingi, Isma’il bin Abi Kholid al-yajli, Ja’far bin Sulaiman al-Dhoi’i,  Husain bin ‘Abdirrahman al-Salmi,  Surya bin Yahya al-Syaibani.
Murid – murid beliau : Ahmad bin Farad al – Dhoiby, Ibrahim bin Abdillah al Harwy, Hasan bin ‘li al-Hadzli, Qosim bin Salam al-Harwy, Hamid bin Mukhlid al-Azdi, Zahir bin Muhammad al-Maruzi.
Persaksian Ulama terhadap beliau :
1)      Abu Hatim al- Razi : Soduq
2)      Abu Hatim ibn Hibban : Dzakarohu fi Siqah
3)      Ahmad bin Hanbal : Siqah
4)      Abu ‘Awanah al-Isfirayini : Dzakarohu fi Siqah
    1. Riwayat Sufyan
Nama lengkap beliau : Sufyan bin Sa’id bin Masruk bin Hmzah bin Habib bin Mauhibah bin Nasr bin Tsa’labah bin Mulkan bin Tsaur. Beliau terkenal dengan nama : Sufyan al-Tsaury.  Kuniyah beliau : Abu Abdillah. Beliau lahir pada tahun 97 H dan wafat pada tahun 161 H di Basrah.

Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : Adam bin Sulaiman, Adam bin ‘Ali al-‘Ajli, Abu al-Warid bin Tsamamah al-Qosyiri, Abu bakr ibnu ‘Anas al Anshori, Abu Zar’ah bin Umar al-Bajli, Abu sya’ad al-Sami, Abu ‘Ali al-Ajdi.
Murid – murid beliau : Abu Ishaq al-asja’i, Abu Bakar bin ‘Iyas al-asdi, Ahmad bin al-Muqdhol al-qurasy, Ahwas bin jawab al-Dhobi, Usamah bin Haqs al-madni, Asyad al-Basri.
Persaksian Ulama terhadap beliau :
1)      Ahmad bin Syu’aib al-Nasani: Siqah
2)      Ibnu hijr al-‘asqolani : Siqah
3)      Muhammad bin sa’ad Katib al-waqodi : Siqah al- Ma’mun
    1. Riwayat Ibnu Juraizin عبد الملك بن عبد العزيز بن جريج
Nama lengkap beliau : Abdul mulki bin Abdul ‘Aziz bin Juraizin. Kuniyah beliau : Abu Walid, Abu Khalid. Beliau lahir pada tahun 74 H di Madinah dan wafat pada tahun 150 H.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : ayan bin abi ‘iyas al-‘Abdi, Abu bakar bin ‘Abdurrahman al-makhjumi, Abu Khalid al hanafi, Abu sa’ad al maky, Ummu abdil malik bin samroh al-makiyah, Ayyub al-sakhtiyani, Ayub bin Musa al-Qursyi.
Murid – murid beliau : Abu bakar bin abi sairah, Ahmad bin Mansur al- romadi, Ahmad bin mani’ al-baghwi, Asyat bin Muhammad al-qorsyi, Anas bin ‘iyad al-laitsi, Ayyub bin suwaidi al-romli.
Persaksian ulama terhadap beliau :
1)      Abu al-Qosim bin Basykual : Siqah
2)      Abu Bakar al-Baihaqi : Hafidz, Siqoh
3)      Abu hatim bin Hibban al-Basti : Siqah
4)      Ahmad bin ‘Abdillah al-‘Ajli: Siqah
5)      Muhammad bin Sa’id : Siqah Katsir
    1. Riwayat Sulaiman bin Musa
Nama lengkap beliau : Sulaiman bin Musa al-Qorsyi. Kuniyah beliau : Abu Ayyub, Abu al-Rabi’. Beliau wafat pada tahun 115 H di Rashofah.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : Amir bin Hilal al-mat’i, Usamah bin Ziyad al-Kalibi, Qosim bin Muhammad al-Taimi, Ummu aiman Hadinah al-Nabi, Jabir bin ‘Abdillah al-anshori, Jubair bin Mut;am al-qorsyi.
Murid – murid beliau : Abu salamah al-hamsi, Usamah bin Zaid al-laisi, Asad bin Musa al-amwi, Ibrahim bin muhammad al-Fazari, Ishaq bin rohuwiyah al-marwazi, Hasan bin dzakwan al-Basri.
Persaksian Ulama terhadap beliau :
1)      Abu Ahmad bin ‘Adi al-jarzani : Siqah
2)      Abu Daud al-Sajistani : Siqah
3)      Al-Dari Qothni : Siqah
4)      Dhin al-Damasyqi : Siqah
    1. Riwayat Zuhri
Nama lengkap beliau : Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab bin Abdillah bin Haris bin Zuhrah bin Kilab. Beliau terkenal dengan nama : Muhammad bin Syihab al-Zuhri. Kuniyah beliau : Abu Bakr. Beliau Lahir pada tahun 52 H, wafat pada tahun 124  H.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : Aminah binti Muhson al-asdiyah, Abu al-Ahwas mauli binti al-laisi, Abu bakar bin sulaiman al-‘adwi, Abu Hamid Maula Musafi’, bu khuzamah bin Ya’mar al-sa’di.
Murid – murid beliau : Ayan bin shoih al-orsyi, Abu ayyub al-Syami, Abu mukmal al-Syami, Abu bakar bin ‘abdirrahman al-Makhjumi, Abu ali al-‘Aili, Ahmad bin Yunus al-Taimi, Usamah bin Ziyad al-Laisyi.
Persaksian Ulama terhadap beliau :
1)      Abu Hatim bin Hibban al- Bisti : Siqah
2)      Abu ‘abdillah al-Hakim : Siqah
3)      Muhammad bin sa’ad Katib al-Waqodi : Siqah
    1. Riwayat ‘Urwah
Nama lengkap beliau : ‘Urwah bin zubair bin ‘awam bin Khawilid bin asad bin ‘abdil ‘azi bin Qoshi bin Kilab. Beliau tekenal dengan nama : ‘Urwah bin Zubair al- Asadi. Kuniyah beliau : Abu Abdillah. Beliau lahir pada tahun 94 H.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : Aminah binti Muhson al-Asdiyah, Abi bin umarah al-madani, Abi bin Ka’ab al-Anshori, Usamah bin ziyad al-Kalibi, Asma’ binti abu bakar al- qorsiyah, Anas bin malik al-Anshori.
Murid – murid beliau : Abu bakar bin abi al-jahmi al-adwi, Abu bakar bin abi malikah al-taimi, Abu ja’far al-Anshori, Abu laili bin ‘Abdillah al-Anshori, Usamah bin zaid al-Laisyi, Ayyub bin ‘Utbah al- yamami.
Persaksian Ulama terhadap beliau :
1)      Abu Hatim bin Hibban al-Basti : Siqah
2)      Ahmad bin Abdullah al- ‘Ajli : Tabi’in Siqah dan Rojul Shalih
3)      Ibnu Hijr al- Asqolati : Siqah wa fiihi masyhur
4)      Muhammad bin Sa’ad al-Waqodi: Siqah
5)      Ibnu syihab al-Zuhri : Taqdiruhu ‘Adil

    1. Riwayat ‘Aisyah
Nama lengkap beliau : ‘Aisyah binti ‘Abdillah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taimi bin Murrah. Beliau terkenal dengan nama : ‘Aisyah binti ‘Abdillah al-Shodiqi. Kuniyah beliau : Ummu ‘Abdillah. Beliau lahir pada tahun 57 H.
Guru dan Murid beliau
Guru – guru beliau : Usaid bin Hadir al-asyhali, Anas bin Malik al-Anshori, Kharis bin Hisyam al-Makhjumi, Hasan bin ‘Ali al-Hasyimi, Bilal bin Riyah al-Haisyi, Jazamah binti Wahab al-asdiyah.
Murid – murid beliau : minah al-Qoisyiah, Abu ishaq Maula binti Hasyim,  Abu Bardah bin Qois, Abu bakar bin ‘Abdurrahman al-Makhjumi, Sa’liyah al-‘Atiri, Abu Hafsoh Maula ‘Aisyah.
Persaksian ulama terhadap beliau :
1)      Abu Htim bin Hibban al-Basti : Jauzah Rasulullah SAW.
2)      Ibnu Hijir al-Asqolati : Ummul m’miniin, Afqoha al-Nisa’ Mutlaqon
3)      Al-Dzahabi : Tadzhib al-Tahjib.
4)      Al-Suyuthi : Ummul mu’miniin wa Habibah habibi rabbil ‘alamin.
Mengambil kesimpulan
Dengan melihat analisa sanad hadits diatas, dapat dilihat bahwa seluruh periwayat hadits dalam sanad Abu Daud diatas bersifat siqah dan sanadnya bersambung dari sumber hadits yakni Rasulullah Muhammad SAW sampai kepada periwayat terakhir Imam Abu Daud yang sekaligus sebagai Mukharrij al- Hadits. Hal ini berarti sanad Hadits yang diteliti, yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berkualitas “Shahih al- Sanad”.




BAB III
DEFINISI DAN HUKUM KAWIN PAKSA
  1. DEFINISI KAWIN PAKSA 
               Istilah kawin paksa secara tekstual memang tidak disebutkan dalam literatur-literatur kitab fiqih, bahkan dalam al-Qur’an dan Hadits pun tidak disebutkan secara implisit, namun dalam perwalian, salah satu disebutkan tentang Ijbar dan wali Mujbir. Pemahaman terhadap istilah tersebut yang kemudian muncul pemahaman tentang kawin paksa, dimana hak ijbar ini dipahami sebagai hak memaksakan suatu perkawinan oleh orang lain dalam hal ini adalah ayahnya. Adapun pengertian ijbar sendiri adalah suatu tindakan untuk melakukan sesuatu atas dasar tanggung jawab.[3]
             Didalam fiqih islam, istilah ijbar sendiri erat kaitannya dengan persoalan perkawinan. Dalam fiqih syafi’i disebutkan bahwa orang yang memiliki kekuasaan atau hak ijbar adalah Ayah, atau jikalau tidak ada ayah maka Kakek lah yang berhak. Jadi apabila seorang ayah dikatakan sebagai wali mujbir, maka dia adalah orang yang memiliki kekuasaan atau hak untuk mengawinkan anak perempuannya, meskipun tanpa persetujuan dari pihak yang bersangkutan dan perkawinan tersebut dipandang sah secara hukum.
              Dengan memahami ijbar diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kekuasaan seorang ayah terhadap gadisnya untuk menikahkan dengan seorang laki-laki, bukanlah suatu tindakan memaksakan kehendaknya sendiri dengan tidak memperhatikan kerelaan si gadis, melainkan sebatas mengawinkan, dengan asumsi dasar anak perempuannya belum atau tidak  memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri.
              Adapun para ulama yang membolehkan wali mujbir menikahkan tanpa izin lebih dahulu pada mempelai perempuan, haruslah memenuhi beberapa persyaratan antara lain:
- Antara wali mujbir dan anak perempuannya tidak ada permusuhan
- Laki-laki pilihan wali harus sekufu’ dengan wanita yang dikawinkan
- Antara perempuan dan calon suaminya tidak ada permusuhan
- Mharnya tidak kurang dari mahar mitsil
- Laki-laki pilihan wali akan dapat memenuhi kewajiban istri dngan baik dan tidak ada gambaran akan berbuat yang menyengsarakan istrinya.[4]

B. IJBAR/ NIKAH PAKSA DALAM LITERATUR- LITERATUR HUKUM ISLAM
1.      Al-Qur’an tidak mengenal konsep Kawin Paksa.
secara umum dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas tentang persoalan ijbar (nikah paksa), akan tetapi hanya menyebutkan beberapa ayat yang menjelaskan tentang problem pemecahan dalam keluarga pada masa Nabi dan itupun merupakan respon yang terjadi pada masa itu. Karena memang al-Qur’an hanyalah menjelaskan tentang  prinsip- prinsip umum yang terkandung didalamnya.
Didalam al-Qur’an digambarkan secara eksplisit bahwa seorang wali (ayah, kakek dan seterusnya), tidak boleh melakukan paksaan nikah terhadap perempuannya, yang erempuan tersebut tidak menetujuinya atau perempuan tersebut mau menikah dengan lak- laki yang dicintainya sementara seorang wali enggan atau tidak mau menikahkannya. Dalam al-Qur’an dijelaskan:
apabila kamu menceraikan istri-istrimu, lalu habis masa iddahna, maka janganlah kamu menghalangi mereka kawin lagi, dengan bakal suaminya apabila telah terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara yang makruf”. (al-Baqarah: 234)[5]
2.      Rujukan  Hadits dan Perbedaan Ulama’.
Hadits yang cukup terkenal tentang SUB ini antara lain:
barang siapa perempuan yang menikah tanpa adanya izin dari walinya, maka nikahnya batal (selama tiga kali). Apabila ia telah melakukan hubungan seksual, maka ia berhak atas mahar mitsil (mas kawin sepadan), karena menganggap halalnya hubungan seks itu, jika mereka bermusuhan maka sultan (hakim) menjadi wali bagi perempuan yang tidak ada walinya”.
Hadits diatas menerangkan nikahna batal, dari riwayat zuhri ternyata dibantah oleh hanafi karena ketika hanafi langsung menanyakan otentisitas hadits itu kepada Zuhri ternyata Zuhri tidak mengetahui dan mengingkarinya, sehingga hanafi menganggap dalil hadits tersebut adalah tidak valid. Namun menurut abu tsur, bila dilihat dari hadits itu jelas bahwa akad nikah harus bersamaan dengan wali dan wali memberi izin seseorang untuk menjadi wakilnya dalam akad anaknya, bila ada wakil tapi tanpa izin wali maka tidak boleh atau batal.[6]
3.      Ijbar dan wali mujbir.
Tentang persoalan ijbar ini, tidak bisa dilepaskan dengan wali mujbir sebagai subyeknya. Wali dalam perkawinan diartikan dengan keberadaan seseorang yang menjadikan sahnya akad nikah dan tidak sah bila tanpanya. Dan adapun macam-macam wali ada dua dilihat dari otoritasnya, yaitu wali mujbir yang berarti wali yang mempunyai hak untuk menikahkan terhadap seseorang yang ada dibawah perwaliannya dengan tanpa izin dan persetujuannya. Sedangkan wali ghairul mujbir yaitu sebaliknya harus adanya persetuuan dan izin dari seseorang yang ada dibawah perwaliannya.
Imam syafi’i membolehkan adanya pemaksaan nikah tapi dengan beberapa syarat diantaranya:
Ø  Tidak adanya permusuhan diantara kedua calon pengantin yang nyata, bila ada isu permusuhan tidak menggugurkan haknya
Ø  Tidak adanya permusuhan diantara wali dan perempuan tersebut
Ø  Adanya kesetaraan dengan calon suami
Ø  Adanya kemampuan untuk membayar mahar (mahar mitsil)
Adapun obyek ijbar adalah seseorang yang karenanya tiadanya atau kurangnya kemampuan dengan sebab masih kecil, gila, atau kurang akalnya bai laki- laki atau perempuan, perawan atau janda. Karena itu jumhur berpendapat bahwa perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. [7]
Dampak Negatif Kawin Paksa.
Beberapa Efek Dampak Buruk/Negatif Perjodohan Yang Dipaksakan :
1. Tidak Ada Cinta
Jika dari awal tidak ada cinta, bisa jadi setelah menikah tetap tidak ada cinta di antara kedua orang yang dijodohkan tersebut. Yang sewaktu pacaran saling cinta saja bisa jadi musuhan setelah menikah apalagi yang dari awal ada rasa benci setengah mati karena dipaksa kawin.
2. Kehilangan Gairah Hidup
Jika sudah tidak ada cinta dalam hidup, bisa membuat orang malas menjalani sisa hidup. Apalagi jika ditambah pasangan punya banyak keburukan yang tidak mau diperbaiki, ekonomi sulit, keluarga pasangan tidak baik, lingkungan masyarakat sekitar kurang baik, dan lain-lain. Jika sudah begitu maka bisa membuat seseorang jadi tempramental, malas-malasan, dengki, dan lain sebagainya.
3. Kurang Peduli Keluarganya
Menikah karena terpaksa akibat dijodohkan paksa bisa membuat seseorang jadi kurang peduli dan kurang mencintai keluarganya. Suami atau isteri bisa diacuhkan dan bahkan anak-anak pun bisa juga tidak dipedulikan karena tidak adanya rasa cinta dari awal menikah dan kebencian terhadap pernikahan paksa yang dijalaninya dengan penuh kepura-puraan.
4. Memicu Perselingkuhan
Yang bahaya adalah jika setelah menikah satu atau kedua belah pihak mencari cinta yang lain yang lebih sejati tanpa kepura-puraan. Bisa jadi akan ada jalinan kasih kembali dengan mantan pacar atau pria/wanita lain yang baru dicintainya.
5. Bisa Menimbulkan Konflik dan Ujungnya Cerai
Apabila sudah tidak ada gairah dalam menjalani rumah tangga, tidak ada cinta, cuek terhadap anak dan suami/istri, selingkuh, sering berselisih dengan anggota keluarga, terjadi kekerasan fisik, dan lain-lain maka bisa menjadi bumerang yang berujung pada perceraian. Yang menjadi korban tidak lain adalah anak-anak hasil perkawinan yang dijodohkan tersebut.[8]

BAB IV
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Di antara kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada kaum wanita setelah datang Islam adalah bahwa mereka mempunyai hak penuh dalam menerima atau menolak suatu lamaran atau pernikahan, yang mana hak ini dulunya tidak dimiliki oleh kaum wanita di zaman jahiliah. Karenanya tidak boleh bagi wali wanita manapun untuk memaksa wanita yang dia walikan untuk menikahi lelaki yang wanita itu tidak senangi.
Karena menikahkan dia dengan lelaki yang tidak dia senangi berarti menimpakan kepadanya kemudharatan baik mudharat duniawiah maupun mudharat diniah (keagamaan). Dan sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah membatalkan pernikahan yang dipaksakan dan pembatalan ini menunjukkan tidak sahnya, karena di antara syarat sahnya pernikahan adalah adanya keridhaan dari kedua calon mempelai.
Akan tetapi larangan memaksa ini bukan berarti si wali tidak punya andil sama sekali dalam pemilihan calon suami wanita yang dia walikan. Karena bagaimanapun juga si wali biasanya lebih pengalaman dan lebih dewasa daripada wanita tersebut. Karenanya si wali disyariatkan untuk menyarankan saran-saran yang baik lalu meminta pendapat dan izin dari wanita yang bersangkutan sebelum menikahkannya. Tanda izin dari wanita yang sudah janda adalah dengan dia mengucapkannya, sementara tanda izin dari wanita yang masih perawan cukup dengan diamnya dia, karena biasanya perawan malu untuk mengungkapkan keinginannya.


Daftar Pustaka
Ø  Software Lidwa Pusaka “Kitab 9 Imam” dan Software Jawami’ul Kalim v 4.5
Ø  Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak reproduksi perempuan. Miftahul Huda.M.Ag,
Ø  Soemiyati, hukum perkawinan islam dan undang undang perkawinan (UU.No.1 thn 1974, tentang perkawinan).
Ø  KH. Husain muhammad, fiqih perempuan “refleksi kiai atas wacana agama dan gender” (Yogyakarta; LKIS, 2001), 79



[1] Software Lidwa Pusaka “Kitab 9 Imam”
[2] Software Lidwa Pusaka “Kitab 9 Imam” dan Software Jawami’ul Kalim v 4.5
[3] KH. Husain muhammad, fiqih perempuan “refleksi kiai atas wacana agama dan gender” (Yogyakarta; LKIS, 2001), 79
[4] Soemiyati, hukum perkawinan islam dan undang undang perkawinan (UU.No.1 thn 1974, tentang perkawinan).
[5] Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak reproduksi perempuan. Miftahul Huda.M.Ag, hlm; 22
[6] Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak reproduksi perempuan. Miftahul Huda.M.Ag, hlm; 23-24
[7] Kawin Paksa, ijbar niah dan hak-hak reproduksi perempuan. Miftahul Huda.M.Ag, hlm; 29- 32
[8] http://organisasi.org/efek-dampak-buruk-perjodohan-nikah-kawin-paksa-seperti-siti-nurbaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar